Banyak sekali tugas yang diberikan beberapa minggu lalu. Sungguh, kedatangannya tidak ku inginkan. Aku kehilangan jam istirahatku hanya karena harus bergulat dengannya. Selalu pulang dari sekolah lebih dari jam setengah dua atau jam dua hanya karena harus menyelesaikan tugas-tugas itu dengan teman sekelompok.
Tugas kelompok, tugas individu, tugas tertulis, presentasi, drama... Banyak sekali macamnya, terkadang sampai bingung harus mengerjakan yang mana dulu. Satu dua tugas kelompok saja masih bisa dikatakan ringan, bagaimana kalau tiga atau empat? Huh, luar biasa menyiksa. Bukan hanya kesusahan mengerjakan tugasnya, tapi juga kesusahan menghapal nama-nama anggota kelompok dari setiap tugas mata pelajaran. Contohnya saja :
"Via, kerja kelompok di mana?"
"Hah, kerja kelompok? Tanya si N**** saja."
"Lho, kok, N****, sih? Dia, kan, tidak masuk dalam kelompok Bahasa Inggris kita"
"Oh iya maaf, aku kira kerja kelompok Matematika."
Bagaimana? Apa tidak memalukan? Ah, dasar, kebanyakan kelompok sangat merepotkan.
Tapi untungnya saja, minggu ini tugas-tugas menyebalkan itu sudah hampor terselesaikan. Tinggal satu dua saja. Namun, guru tidak pernah cepat puas, mereka menambahkan pekerjaan rumah dan juga ulangan-ulangan. Huh, baru merdeka beberapa detik dari tugas saja sudah dijajah lagi dengan yang baru. Tapi tidak masalah, ini lebih baik dari pada yang sebelumnya.
Kau tahu kebiasaan anak malas sepertiku? Hm, meringankan bebannya sendiri. Maksudnya? Aku meringankan bebanku sendiri bukan dengan mengerjakannya atau belajar, tapi menganggap itu semua hal yang ringan. Dalam menghadapi ulangan-ulangan, aku hanya belajar sekilas dan tidak memperdalam. Alhasil, nilai yang aku dapat tidak maksimal. Bahkan ada satu mata pelajaran yang tidak tuntas. Kalau ini beda alasan dari yang lain, bukan masalah tidak belajar, namun aku tidak tahu bahan ulangan yang tepat yang mana. Bahkan aku tidak tahu bahwa hari itu juga ulangan, setahuku hanya 'quiz'. Menyebalkan.
Mendengarkan namaku dipanggil saat guru menyebutkan siapa anak yang remidi, membuatku gila. Ah, berlebihan. Tapi jujur saja, itu yang aku rasakan. Ini merupakan pengalaman pertamaku masuk ke lubang hitam di bawah KKM. Ya wajar saja kalau aku frustasi dan lain sebagainya. Sampai-sampai aku meluapkan emosiku dengan bernyanyi keras-keras di kamar. Benar-benar gila.
Aku mencoba merefleksikan pengalaman-pengalaman pahit itu. Aku rasa lebih baik diberi tugas banyak yang menjadikan kita berkerja keras dan merelakan kesenangan namun akhirnya memperoleh hasil yang baik daripada tugas yang jarang sehingga banyak sekali peluang untuk bersantai yang dapat menyebabkan kita lupa akan tugas-tugas penting itu. Hah, bersusah dahulu, bersenang dikemudian hari.
Refleksiku tidak hanya sebatas itu saja. Awal minggu lalu, dimana tugas-tugas yang aku hadapi hampir tuntas, aku mengalami kejadian aneh. Waktu itu aku pulang dari les fisikaku. Waktu itu bapakku menjemputku terlalu awal, mau tidak mau dia menunggu. Disaat menunggu, ia menyempatkan waktu untuk berbincang-bincang dengan orang yang lewat di dekat tempat les-lesanku itu, seorang bapak-bapak yang mungkin usianya sudah lanjut, lima puluh sampai enam puluh tahun, mungkin. Aku rasa itu teman lamanya.
Saat aku menghampiri bapakku, temannya itu bertanya
"Menika putrinipun?" Aku hanya mengangguk, habis mau bagaimana lagi?
"Oh, nggih. Dipuntekuni, nggih, Mbak. Gusti mberkahi."
Aku terdiam. Tidak biasa orang berkata seperti itu padaku. Apa maksud perkataannya? Apakah ada sesuatu yang aneh dariku yang membuatnya berkata seperti itu? Sepertinya tidak.
Kalimat bapak tua tadi aku kaitkan dengan kejadian minggu ini. Oh, aku harus menekuni bidangku sebagai seorang pelajar. Tidak lalai dan melupakan tugas karena hal-hal yang menyenangkan di sosial media. Dan tentunya tidak melupakan Tuhan. Berdoa dan meminta bantuannya. Aku rasa begiku. Namun jika perkataannya hanya sebuah kebetulan atau memang perkataan biasa, biarlah, aku tidak urus.
No comments:
Post a Comment