Write my life!

Masih Ingat, Nggak? : Mawar Putih dan Zombie

Edytuj post
Aku melakukan dua kali adaptasi di Sekolah Dasar. Yang bertama adaptasi di kelas satu dan yang kedua adaptasi kelas dua di sekolah yang baru, tempat aku lulus. 

Pada saat itu bisa dikatakan sebagai jaman yang masih lugu-lugunya dan pendiam-pendiamnya bagi seorang Via. Bagaimana tidak pendiam, aku harus berganti lingkungan dalam waktu yang cukup singkat dan harus berusaha beradaptasi agar aku dapat bergaul baik dengan mereka. Pendiam karena belum kenal dekat lalu harus pindah sekolah dan meninggalkannya, lalu datang ke tempat yang baru dengan teman-teman yang sudah saling kenal, jadi cukup sulit untuk bergabung.Semakin sulit lagi karena latar belakang masing-masing teman di sini berbeda dengan latar belakang mereka yang berada di sekolah lama. 

Dengan seragam baru yang juga sangat berbeda, aku memasuki sekolah ini. Tentu saja diantar sampai kelas oleh mama, ini kan sekolah baru. Kau tahu, tahun pertamaku di sini memang tahun yang paling buruk ke dua setelah tahun terakhir. Saat itu, aku paling benci kalau harus dilihat dengan pandangan seolah-olah mengatakan "ih, anak baru, ya...". Rasanya diriku dianggap asing, ya memang sebenarnya aku asing, tapi siapa yang mau dikatakan sebagai 'orang asing'? Tidak ada kecuali mereka yang aneh. 

Aku tidak dapat mengingat seluruh kesan di kelas dua. Yang jelas, semester pertama aku cenderung diam, kemudian aku menemukan teman yang cukup banyak namun tidak begitu menyenangkan pada semester ganda. Anak kelas dua yang menyebut geng-geng-annya dengan nama  "Mawar Putih" selalu pergi ke perpustakaan sekolah yang dekat dengan kelas saat istirahat. Sebenarnya, percuma saja kita berada di sana dalam waktu lima belas menit kalau hanya digunakan untuk memutari rak-rak buku dan mencoba mencari buku bacaan dengan cover menarik. Oh, iya, geng itu merupakan geng ala anak kelas dua yang sebenarnya tidak tahu apa itu arti dari 'geng'. Kemana-mana kita bersama dan harus bersama, begitu kata ketua Mawar Putih. Konyol, sangat konyol. Tidak apa-apalah, namanya juga anak kelas dua es-de. Namanya juga anak kelas dua es-de, geng seperti itu hanya terbentuk selama beberapa minggu, setelah itu semuanya lupa dengan perjanjian gila ini. Huh, untung saat itu masih tahun ke dua SD, coba saja geng-geng tersebut dibuat pada waktu SMP, bisa-bisa diceramahi habis-habisan oleh kesiswaan dan guru BK. 

Di kelas dua pula, hal yang memalukan pernah terjadi. Tidak secara langsung aku dipermalukan oleh umum, tapi pikiranku yang memalukan diriku sendiri.Hah? Iya! Setiap Senin, di sekolahku yang baru pasti mengadakan upacara bendera, tidak seperti di sekolahku yang lama -hampir tidak pernah ada-. Dalam upacara kalian pasti tahu kan hal-hal yang wajib dilakukan seperti menyebutkan Pancasila, menyanyikan lagu kebangsaan, dan mengheningkan cipta? Nah, pada saat pembina upacara memberi aba-aba untuk mengheningkan cipta, aku tidak tahu harus apa. Kau bisa bayangkan ini sebagai seorang yang waras di antara zombie-zombie yang tidur berdiri sambil menundukkan kepala. Atau bagaikan seseorang yang makan dengan lahap di masjid saat bulan puasa. Malunya.. Dengan hal seperti ini saja aku tidak tahu, anak bangsa yang sangat tidak tahu diri, hahaha. Bisakah aku menyalahkan sepenuhnya pada guru-guru sekolahku yang lama karena tidak mengajarkannya padaku? Atau aku harus menyalahkan diriku sendiri karena aku tidak pernah mencermati upacara bendera pada saat Hari Kemerdekaan yang disiarkan di televisi? Semuanya salah, ya? 

Berbicara tentang prestasi, aku juga sedikit kaget. Bagaimana mungkin aku bisa masuk sepuluh besar, mengalahkan teman-teman baruku? Ditambah lagi aku tidak pernah terlalu memahami pelajaran yang diberikan wali kelasku pada saat itu. Bisa dikatakan, guruku yang satu  itu sangat galak dan tidak berperikemuridan, terutama pada murid baru sepertiku masih ingat, nggak? Dia tidak bisa menghargai murid yang berbicara dan mengobrol di kelas (memang ini tidak seharusnya), dia galak sekali. Sangat sensitif dengan keramaian, sampai-sampai ia memukulkan penggaris papan tulis ke lantai agar kelas diam, namun penggarisnya justru patah. Apakah dia sebagai guru tidak malu ya? Padahal, kan, ruang kelas ini tepat berada di sebelah ruang guru dan kepala sekolah. Karena kejadian itu, kelas tidak dapat diam, justru ramainya semakin parah. Jelas saja lah... 

Sepertinya, hanya itu pengalaman tahun pertama di sekolah baru yang bisa aku sampaikan ke kalian semua. Memang tidak semuanya menyenangkan, tapi hidup harus begitu, kan? Semoga kalian -orang yang terlibat dalam Mawar Putih dan Zombie- masih ingat dengan hal-hal lugu tersebut. 



Wait me for the next episode :) 

No comments:

Post a Comment

© Agata | WioskaSzablonów.