Write my life!

Sok Dear, Junkie

Edytuj post
Hai, aku lagi butuh temen banget-sekarang. Berhubung aku nggak kenal semua benda hidup yang berada satu ruang denganku, jadilah benda mati ini sebagai tempat sampah. Berasa Diary of The Introvert banget.
Dear, Junkie,
Bla bla bla...
Tapi niatku nggak cuman curhat sama benda mati yang nggak bisa kasih solusi, tapi curhat sama kalian, wahai viewers.

Penasaran sama apa yang aku bosenin sekarang?
Seriusan, sih?
Nggak menarik, loh.
Masih penasaran?
Halah, penasaran nggak penasaran aku tetep cerita, kok. Galau maksimal nih #anakalayjamansekarang.
Dengarin yah! Eh, maaf-baca yaaa...

Sekarang aku lagi ngantri di dokter gigi. Ceilah, ngantri, kayak nunggu bus aja. Maksudnya nunggu giliran dipanggil buat kontrol di dokter gigi tercintah yang sudah mendampingi diriku lebih dari sepuluh tahun lamanya muaaahhhh :*.
Udah biasa sih kalau ngantri di dokter gigi. Nggak cuman lima menit-sepuluh menit-setengah jam, ngantrinya nyampe satu-dua jam. Itu minimal. Kaget? Harus!
Tapi tenang, aku sudah kebal dengan hal-hal tak menyenangkan seperti itu. Secara aku pasien setianya si dokter. Dari tempat kursi praktek cuman dua jadi lima. Eh, keceplosan! Ketahuan banget, kan, kalau gigiku dulu amburadul bak Kapal Titanic -eh?-.

Beberapa jam sebelum aku berangkat ke neraka -secara tidak langsung-, biasanya aku sudah mempersiapkan hati, jiwa, serta pikiran. Mempersiapkan kesabaran untuk ngantri, mempersiapkan mental untuk menghadapi dokter gigi yang sangar -tapi sebenernya baik- dan full power kalau lagi pakai peralatan tajam untuk mengontrol. Kalau kalian lihat pasti ngeri, deh. Mamaku aja dulu nggak tega lihat aku diperiksa sama si dokter. Untung aja di atas tempat duduk pasien nggak ada cermin, kalau ada bisa kabur duluan aku. You know what I mean, right?

Namun, beda.
Hari ini sepertinya aku nggak bisa mempersiapkan segenap hidupku untuk datang ke tempat ini (?). Saking banyaknya hal yang berpengaruh, aku jadi bingung untuk memilih mana yang benar-benar merusak moodku untuk datang kemari. Beberapa diantaranya sudah sering menimpa hari-hariku sebelumnya, tapi kayaknya ini berpengaruh banget. Aku akan ceritakan semuanya kepada kalian.

Yang pertama, sebenarnya ini jadwal kontrol yang sudah aku tunda selama satu minggu. Agak nggak pas kalau aku katakan 'aku tunda', lebih tepatnya ditunda oleh pengatur jadwal pasien dokter gigi. Pemilihan hari kontrol dilakukan secara sepihak. Harinya berbenturan dengan halangan-halanganku. Lalu saat aku memilih hari yang lain, dia bilang dokternya pergi ke luar negri, jadwalnya penuh, libur, waktunya habis karena ada pasien yang operasi, dan lain lain lain lain sebagainya. Pfhhhhh.... Jadinya baru hari ini aku jodoh sama jadwal si dokter.
Oke, sayangnya hal tersebut udah biasa aku alami dan baru kali ini efeknya benar-benar menyebalkan.
Ya jelas sebal! Menurut perhitunganku, aku paling tidak akan mengakhiri siksaan di gigi kurang dari tiga bulan. Hanya kurang memundurkan gigi atas dan menarik gigi depan untuk turun sedikit. Aku jamin untuk menurunkan hanya membutuhkan waktu yang singkat. Aku dapat menjamin karena si dokter pernah berhasil melakukan hal yang sama pada bagian yang lain. Semoga perkiraanku tidak mengecewakan.
Jadi intinya aku sudah tidak sabar untuk mengakhiri segala siksaan.

Hal yang kedua...
Hari ini aku nggak bisa pergi dengan temen-temen gerejaku untuk nonkrong dan cari makan untuk buka puasa. Elah, puasa aja enggak, ikut-ikutan buka puasa. 
Nggak masalah, lah, biar nggak ketinggalan jaman.

Mereka merelakan diriki untuk nggak ikut. Sebenernya aku juga sih yang minta mereka pergi tanpaku. Habisnya, salah satu dari mereka akan membatalkan acara kalau ada satu jiwa saja yang berhalangan. Nah, karena aku nggak enak hati sama mereka, aku menyuruh mereka untuk pergi aja. Aku nggak mau jadi halangan dan juga beban bagi mereka. Duhile, bahasanya...
Bukannya aku menyesali keputusanku itu, aku ikhlas, kok. Lagian musim-musim liburan begini, susah banget memisahkan diri dari kasur, remote televisi, dan cemilan di rumah. So, nggak ada menyesal-menyesalnya.

Kalau misal nggak ada jadwal dokter gigi, aku bakal nyelesaiin membaca novel-novel di Wattpad atau mungkin nonton America's Next Top Model, kangen sama mata belonya Tyra Banks ceritanya. Tapi, aku memaksa diri demi keindahan gigiku. Asekk...

Lain halnya dengan yang ketiga, keempat, kelima, dan keenam, ketujuh, sampai ke delapan yang aku alami langsung di TKP alias tempat kejadian perkara alias ruang tunggu dokter gigi.

Ketiga, aku nggak nyaman banget sama tempatku duduk sekarang. Dari rumah sih sudah punya feeling yang kuat untuk jangan duduk di ruang tunggu bagian dalam, atau di depan televisi. Lebih baik duduk di depan resepsionis. Namun kursi yang aku impikan sudah penuh. Yah mau tak mau aku duduk di dalam. Dan akupun menyesal. Kursi hitam yang mampu berputar ini sungguh mengerikan. Bagian tempat duduk dengan porosnya kayak mau copot. Aku gerak sedikit saja bunyi begini : krenyet krenyet... Kalau aku mau bersandar, kursinya njeplak banget. Posisinya juga nggak enak banget, tepat di depan televisi ukuran 24 atau 36 inch (aku tidak mengerti ukuran inchi, oke?). Tegak lurus dengan televisi dengan jarak dua meter! Oh, man! 

Sialnya lagi, aku nggak bisa sadaran sampai kepala, leherku jadi pegal banget. Ya kalau misal aku nekat sandaran, nanti lampu ruang tunggu mati karena ada saklar lampu tepat di dinding belakang kepalaku. Bisa dikroyok satu ruangan aku.

Keempat, acara di -- "Via!"
Eh, maaf interupsi. Aku sudah dipanggil oleh suster yang hamil ternyata -ini nggak penting banget-. Aku mau lanjutin nanti. Byeeee!! Doakan aku selamat, ya!

 ***
Nah, sekarang aku sudah ada di ruangan dua atau tiga, ya? Lupa, nggak sempat lihat tulisan di depan pintu. Tapi itu nggak penting, oke? Kalau kalian penasaran, rewind saja kehidupanku. 

Kupikir gigiku akan langsung di garap saat aku masuk ke ruangan, nyatanya tidak. Si dokter super sibuk itu masih mengerjakan seorang pasien di ruang sebelah dengan peralatan yang kukira cukup lengkap. 
Mengapa aku tahu?
Ya, antar ruangan di sini diberi sekat berupa pintu geser.  Dari tadi banyak banget suster yang mondar-mandir dari pintu tersebut -berada di sebelah kananku- ke pintu lain yang menuju ruang satu -di sebelah kiriku-. Dengan begitu, aku dapat mengintip apa yang dilakukan dokter di ruang sebelah. Ehm, let me get this clear. Aku bukan tukang intip! Sebenarnya pintu yang dibuka terlalu lebar, jadi pemandangan dari ruang sebelah dapat ku lihat dengan kurang jelas (?).

Mungkin aku menunggu hingga lima belas menit, sampai-sampai susternya menanyakan warna karet ortho apa yang ingin aku gunakan. You should guess! Ah nah! I chose the purple ones
Menit berganti menit. Dua suster yang berada di ruanganku mulai bosan dan juga khawatir dengan penanganan dokter yang terlalu lama terhadap pasien di ruang tiga. Mereka mulai berangsur-angsur menghilang dari ruang dua menuju tempat si dokter bersemayam. Aku menerka-nerka, apakah mereka takut kalau sang dokter tertidur saat mengebor gigi pasien atau saat memasang kawat atau bagaimana karena ia baru akan tidur menjelang pagi hari? Oh come on, ini tidak masuk akal. 

Sejenak aku seperti mendapatkan pencerahan. Ada sebuah bohlam lampu yang menyala di atas kepalaku. Cring...!
Was-was, aku membuka salah satu aplikasi di layar utama telepon genggamku. Aplikasi yang jarang aku jamah akhir-akhir ini. 

KAMERA

Yap! Kamera.
Aku berniat untuk mengambil gambar ruangan ini dan menggunggah di Instagram atau mungkin akan selfie dengan latar belakang ruangan dokter gigi. Hahaha... Aku sudah mencoba untuk selfie sambil duduk di atas kursi yang sejenis dengan kursi ruang tunggu tadi. Namun, hasil yang kudapat tidak sesuai dengan keinginan. 
Tanganku terlalu pendek untuk memegang handphone, jadi layar aplikasi ini penuh dengan kepalaku. Aku butuh tongsis!!! Tidak-tidak-tidak, tidak perlu, aku ada ide lain. 

Di ruangan ini ada sebuah cermin persegi panjang yang menjulang tinggi di atas meja menyerupai meja pantry. Sepertinya ini bukan ide yang buruk untuk mengambil mirror selfie. Menurutku letaknya sangat strategis dan akan menghasilkan hasil jepretan yang keren. Tapi, aku tidak berani melakukanku. Kawan, aku masih memiliki harga diri dan urat malu. Kalau semisal aku sedang berpose-ria di depan cermin lalu tiba-tiba dokter atau suster datang, itu bukan hal yang aku harapkan. Sangat memalukan. 
Yap, aku mengurungkan niat kerenku itu. Lebih baik nggak usah selfie, batinku saat itu.


Baiklah, sepertinya aku bercerita terlalu jauh hingga melupakan hal keempat yang menjadi moodbreakerku.

Kau harusnya masih ingat kalau aku duduk di depan televisi. Kalau acaranya bagus, itu tidak masalah. Tetapi ini acara politik di Met** TV yang dibintangi oleh tiga atau empat orang yang berasal dari dua kubu calon presiden kita. Isinya adu mulut melulu dari tadi. Telinga kalian akan pengang kalau dengerin. Hostnya aja cuman diem saja sambil cengar-cengir nggak jelas. Pikirnya pasti sudah berhasil membawa acara menjadi menarik alias heboh. Cih! Pikirkan gendang telingaku di sini, dong!

Kalau di rumah aku memang suka lihat acara politik tentang calon presiden kita, itu aja nunut orang tuaku nonton. Tapi aslinya aku suka, kok, apalagi kalau kubu dari nomor ganjil disudutkan. HUAHAHAHAH -ceritanya tertawa licik-. Bedanya, situasi sekarang sedang tidak mendukung. Aku lagi galau, oke? 
Kekesalan nomor lima adalah aku tidak tahu dimana remote untuk mengganti siaran di televisi ini. Siapa yang menelannya?!! Ah, lupakan. 
Tidak beruntung sekali mengetahui ruangan ini penuh. Kalau sepi, aku pasti sudah mondar-mandir mencari remote dan menggantinya menjadi siaran TV parabola. Tabah ya tabah...

Selanjutnya. Keenam, sepertinya aku sedang tidak beruntung untuk yang kesekian kalinya. Kali ini banyak pasien yang mengajak anaknya yang masih kecil untuk ikut bersama mereka. Kalau tidak salah ada tiga atau empat keluarga. Jadi, ada empat anak kecil di ruangan ini. Kalau ku perkirakan, umur mereka berkisar antara dua sampai empat tahun. 

Kau tahu, kan, bagaimana anak kecil kalau diajak pergi? Yaa, hebohnya luar biasa.
Cantik pakai banget sih adiknya. Kulitnya bersih, badannya ramping tapi pipinya gembul, suaranya lucu -nggak jelas-nggak jelas gimana gitu-, lambutnya hitam dan kelihatan halus, matanya lebar, punya gigi kelinci. Sumpah lucu banget. Tapi teriakannya, ya ampun. Kuping kalian langsung bolong. Ehehe, bercanda-bercanda. Dia itu teriak karena kesenengan punya sepatu yang bisa nyala kalau dihentakin di lantai -kayaknya sih begitu, habis dia lari-lari melulu-. Kalian harus tahu kalau ruang tungguku ini cukup kecil untuk menampung teriakan anak kecil. Dengan mudahnya tembok memantulkan gelombang suara. Mana ada lorong lagi di dekat ruang tunggu, makin menggema, deh.

Di sampingku juga ada ibu-ibu bawa anaknya yang sepertinya umurnya sedikit lebih muda di bawah umur anak kecil sebelumnya. Awalnya dia diem saja, tapi karena digodain sama anak kecil tadi, dia jadi ikut jingkrak-jingkrak, deh.
Tapi aku pikir, hal tersebut tidak masalah. Mereka, kan, masih kecil. Wajar kalau begitu.
TETAPI DI RUMAHKU SUDAH RAMAI, HARUSKAH AKU BERADA DI KERAMAIAN PULA SAAT INI??? Bahkan musik pop-slow milik Josh Groban yang diputarkan pihak dokter gigi tidak dapat kunikmati dengan baik. Sabar...

Ketujuh, dudukku semakin tidak nyaman. Sepertinya aku salah untuk memilih pakaian. Kaus lengan panjang warna hijau yang gunakan sangat amat kependekan kalau kugunakan untuk duduk -kalau berdiri oke-oke saja-. Pasalnya, bagian belakang kaus akan duduk sekitar dua sampai lima senti. Dan memang celana yang kugunakan bukan jenis-jenis high waist. Bahkan aku tidak memiliki model tersebut. Yah, sedikit menghindari suatu efek. Hahaha..
Memang sedikit, tapi risih. Untuk saja aku menduduki kursi yang tepat. Kanan-kiri-belakang tertutup kursi setinggi di bawah tulang punggung sedikit. Ahh, tadi saja menyesal memilih kursi ini, sekarang justru bersyukur.

Kesepianku sebenarnya bermula dari hal kedelapan ini.
Aku memakai cellphone jenis android yang membutuhkan pulsa maupun paketan kalau ingin tersambung dengan koneksi internet. Nah, berhubung di rumahku ada wifi -aku tidak bermaksud mengumbar-, jadilah aku tidak menggunakan paketan apapun dan menonaktifkan data seluler. Dari rumah aku santai-santai saja untuk tidak mengaktifkan paketan. Toh di dokter gigi ada wifi gratis.
Namun, harapanku sirna begitu mengetahui akses wifi tidak dapat dihubungkan dengan hpku. Sinyalnya tidak sampai ke hpku. Oh, mannnn... Bagaimana hidupku?! Aku tidak akan mengaktifkan data seluler. Pulsa sepuluh ribu akan habis hanya untuk membuka instagram kalau begitu.
Hehhh, dengan segala kesabaran yang kukumpulkan dengan susah payah, aku mensugesti diri bahwa : aku bisa hidup tanpa internet.
Tapi gimana caranya?! Di hadapanku ada tayangan adu mulut, anak kecil teriak-teriak di sekitarku, majalah jadul di rak majalah di bawah tv, pakaian tak nyaman, lalu bagaimana?
Beberapa saat berpikir, aku menemukan aplikasi di hpku yang tidak membutuhkan internet.
1) Perpustakaan Wattpad
2) Blogger
3) Kamera
4) Text Message
5) Dsb.
Teman-teman, aku nggak punya game sama sekali di handphoneku. Menurutku, percuma. Toh aku tidak akan pernah mau memainkannya. Bukan karena aku anak alim anti game, tapi kalau main di hp itu kurang greget. Gambarnya terlalu kecil. Lebih baik main di tab atau laptop.

Aku mempertimbangkan berbagai pilihan yang ada. Untuk opsi pertama, aku belum kulakan novel di Wattpad. Semua novel di perpustakaan sudah habis kubaca dan sisanya tidak mau kusentuh karena sinopsisnya tidak menarik. Untuk opsi ketiga, helo?!! Masak iya aku bakal narsis di tengah kepadatan ruang tunggu. Tidak, ini bukan ide yang bagus. Pilihan ke empat, cukup menghabiskan pulsa. No! Nah, aku jatuh hati pada opsi kedua. Tidak membutuhkan internet untuk mengetik dan cukup untuk pergi menuju dunia lain -melupakanku dari kegalauanku-. So, yaaa sekarang aku menulis artikel ini untuk mengusir kebosannan dan sepianku. Itung-itung aku bisa curhat sama kalian.


Jadi, menurutmu apa amanat dari sesi curhatku ini?
Jangan makan permen supaya nggak ke dokter gigi?
Jangan menunda jadwal kontrol kalau nggak mau celaka?
Isi paketan perhari?
Jangan pelit untuk mengeluarkan pulsa melalui data seluler?
Simulasi dulu di rumah saat menggunakan pakaian untuk pergi?
Download game supaya nggak bosan?
Bawa earphone untuk mendengarkan lagu? (Ah! Aku belum cerita soal ini. Kemarin malam earphone habis digunakan tidur oleh kecoa mati yang diambil oleh cicak dan dijatuhkan tepat di atas earphoneku. Masalah kecoa aku lumayan oke-lah -meski sebenarnya tidak-, nah kalau cicak? Ih, I have a phobia with that thingy thing. Jadi, aku nggak tega bawa earphone dan menancapkannya ditelingaku.)

Tentukan sendiri ya amanatnya. Atau siapa tahu memang nggak ada amanat di balik sesi curhat yang sok-sokan Dear, Junkie, kayak Diary of The Introvert. Wahaha. Baca ya! -promosi dikit boleh banget, lah-.

Terimakasih kawan! Kalian sungguh baik! Kalian sudah mendengarkan sesi curhat saya yang tidak begitu penting. Tapi saya cukup lega karena ada temen gobrol.
Sebenarnya aku ke dokter gigi kemarin, hanya ceritanya belum selesai, jadi aku lanjutkan hari ini.
THANKS A LOT!!!

No comments:

Post a Comment

© Agata | WioskaSzablonów.