*Lindsay Ong’s point of View*
“Tiga, dua, satu, prittt… (peluit
dibunyikan)”
Pertandingan sepak bola antarsiswa kelas 9-3 pun dimulai.
Walaupun tidak memenuhi kriteria jumlah pemain sepak bola, namun tetap saja
olahraga ini berlanjut. Grup pertama beranggotakan NyeNye, Lotta, dan Gareth.
Sedangkan Encun bergabung dengan Pierre di grup dua. Memang kurang satu orang
untuk membuatnya jadi seimbang. Oleh karena itu Pierre mengajak antara aku,
Maureen, dan Becky untuk bermain. Setelah lama saling menunjuk, Beckylah yang
masuk jadi penyeimbang, dan permainan pun dimulai.
Aku, Maureen dan Jeanne duduk di pesisir pantai Crane, bersama
Loiz yang sedang galau karena patah hati. Entah dengan siapa, itu masih
misterius. Menurut mata penelitianku, ia tidak pernah mendekati seorang cewek
pun, jadi susah ditebak. Kasihan juga melihatnya sering memasang status galau
di media sosial. Kadang aku bingung dengan yang namanya kisah cinta.
Kalau
cinta seseorang, katakan saja. Masalah diterima atau tidaknya, itu belakangan,
yang penting sudah mencoba menyatakan perasaan.
Teorinya sih gitu. Tapi tetap saja banyak orang yang diam-diam
menyimpan perasaan, bukan mengatakannya. Kata mereka, kenyataan itu berbeda
sama teori. Mereka takut sakit hati kalau ditolak, jadi mereka memilih menjadi
teman biasa saja. Entahlah, aku pun belum pernah merasakan yang namanya
men-cin-ta-i-se-se-o-rang, jadi aku tidak tahu mana yang benar.
Setelah lama memandangi hamparan laut yang sebenarnya tidak
indah menurutku, aku pun ingin berolahraga. Kuajak Jeanne dan Maureen untuk
bermain badminton bersamaku.
Sedangkan Loiz memilih untuk tidur di atas pasir putih Pantai Crane sambil
menikmati kegalauan hatinya.
***
“Apa acara selanjutnya Nye?”
“Entah, belum ada rencana lagi,” jawabnya sambil bernapas
terengah-engah.
“Eh, eh, dengar-dengar tiga hari lagi ada pesta api unggun, loh.”
Maureen tiba-tiba menepuk bahu NyeNye yang penuh dengan keringat itu. “Iuhh..” Ia
mengibatkan tangannya segera.
“Ohh..” tanggap NyeNye singkat sambil menyeka keringat di
dahinya. Loiz
datang, diikut Lotta dan kawan-kawan
lainnya.
“Dari mana saja kalian, kok hilang begitu saja?”
“Tidakkah kalian mendengar suara Mrs. Sam berteriak di mikrofon,
memanggil kita semua untuk berkumpul??” Lotta berteriak menjawab pertanyaan
Maureen.
“Sudah, sudah.” Encun menenangkan kami semua. “Begini, dua hari
lagi, akan ada pesta api unggun. Seperti biasa, setiap kelas wajib menampilkan
sesuatu. Sekarang pertanyaannya, apa yang akan kita tampilkan?”
“Paduan suara? La la la la
la la la la…” usul Maureen yang pertama, dilanjutkan nyanyian seriosanya.
Suaranya memang bagus, ia sering mengikuti lomba paduan suara, pantas saja ia
mengusulkan penampilan itu.
“Ah.. Itu sudah biasa.. Kita membutuhkan yang extraordinary.”
“Ordinary kan artinya
biasa. Berarti kalo Extraordinary,
artinya biasa banget no,” kata Pierre.
“Drama aja gimana?” Encun mencoba memberi masukan, lalu
membayangkan aksi drama kita di sekeliling api unggun dan tertawa sendiri, tapi
tidak ada yang menghiraukannya.
“Yang berhubungan sama musik aja. Biar tidak perlu latihan
banyak.” Becky mulai menggerakkan jari tangannya, seolah-olah ia sedang memetik
senar gitarnya.
“Modern dance?” Jeanne berpikir. “Nyanyi sambil ngedance aja
gimana? Kayaknya keren itu.”
“Oke!” NyeNye mengacungkan jempolnya.
“Ya, ya..” Pierre mengangguk.
“Setuju, setuju, setuju!” ucap Gareth menirukan gaya bicara Upin
dan Ipin. “Pintar kau, Jeanne,” pujanya pada pacarnya.
***
“Baiklah, penampilan pertama siapa Mr. Hab?” Mrs. Imbly
menanyakan lewat microfonnya yang berwarna perak penuh glitter.
“Kelas 9-4,” Mr. Hab melirik ke arah kumpulan siswa 9-4.
Sepertinya guru killer itu mau balas
dendam, karena pidatonya tadi tertawakan oleh mereka.
Mereka menampilkan paduan suara. Teresa, salah satu murid di sana, memulai pertunjukan dengan bernyanyi
solo.
I think
of you in everything that I do
To be
with you what ever it takes I’ll do
Cause
you my love, you all my heart desires
You’ve
lighten up my life forever I’m alive
Lalu teman-temannya menyambung suara Teresa diiringi alunan
biola yang menghanyutkan hati kami semua yang mendengar. Kami pun meliukkan
tubuh kami ke kanan dan ke kiri. Jeanne malah menyandarkan kepalanya ke bahu
Gareth.
Since I
found you my world seems so brand new
You've
show me the love I never knew
Your
presence is what my whole life through
Since I
found you my life begin so new
Now who
needs a dream when there is you
For all
of my dreams came true
Since I
found you
Your
love shines bright
Through
all the corners of my heart
Maybe
you are my dearest heart
I give
you all I have my heart, my soul, my life
My
destiny is you
Forever
true... I'm so in love with you
Since I
found you my world seems so brand new
You've
show me the love I never knew
Your
presence is what my whole life through
Since I
found you my life begin so new
Now who
needs a dream when there is you
For all
of my dreams came true
Since I
found you
My
heart forever true...
In love
with you..
“Bagus sekali penampilan mereka,” ucapku terpesona. Jeanne
mengangguk setuju, “Mak nyus kata-katanya ya.” Lalu ia meletakkan telapak
tangannya di dadanya.
“Kau lihat tidak, tadi Teresa melihat ke arah kita terus?”
“Kita?” tanyaku bingung mendengar perkataan Lotta.
“Iya, ke arah NyeNye tepatnya.” Dia menengok melihat NyeNye yang
sedang mengobrol dengan Encun. “Dia menyanyi dari lubuk hati yang paling dalam.
Aku yakin itu.”
Belum sempat aku dan Jeanne bertanya lebih lanjut, kelas kami
sudah dipanggil untuk maju menampilkan karya kami.
“Good luck” ucapku pada Jeanne. Ia tersenyum dan membalas dengan
kata-kata yang sama.
(Suara petikan jari tiga kali)
[Becky]
I’ve been working hard so long
[Becky]
seems like pain has been my only friend
[Encun]
my fragile heart's been done so wrong
[Encun]
I wondered if I'd ever heal again
[Lotta
dan Maureen] ohh just like all the seasons never stay the same
[Lotta
dan Maureen] all around me I can feel a change (ohh)
CHORUS (Kita semua mulai menggerakkan kaki dan tangan sesuai
dengan gerakan yang telah dibuat oleh Jeanne)
[All] I
will break these chains that bind me, happiness will find me
[All]
leave the past behind me, today my life begins
[All] a
whole new world is waiting it's mine for the taking
[All] I
know I can make it, today my life begins
[Nye-Nye]
Yesterday has come and gone
[Nye-Nye]
and I've learnt how to leave it where it is
[Pierre]
and I see that I was wrong
[Pierre]
for ever doubting i could win
[Loiz
dan Gareth] Ohh just like all the seasons never stay the same
[Loiz
dan Gareth] all around me i can feel a change (ohh)
[All] I
will break these chains that bind me, happiness will find me
[All]
leave the past behind me, today my life begins
[All] a
whole new world is waiting it's mine for the taking
[All] I
know I can make it, today my life begins
[Lindsay]
Life's too short to have regrets
[Lindsay]
so I'm learning now to leave it in the past and try to forget
[Jeanne]
only have one life to live
[Jeanne]
so you better make the best of it
[All] I
will break these chains that bind me, happiness will find me
[All] leave
the past behind me, today my life begins
[All] a
whole new world is waiting it's mine for the taking
[All] I
know I can make it, today my life begins
[All] I
will break these chains that bind me, happiness will find me
[All] leave
the past behind me, today my life begins
[All] a
whole new world is waiting it's mine for the taking
[All] I
know I can make it, today my life begins
[All] today
my life begins...
Kami semua sangat senang saat mendengar suara tepuk tangan
saling bersautan. Malah ada yang standing-applause.
Ini semua berkat usaha keras kami semua ditambah iringan musik dari Pierre dan
Loiz yang sungguh hebat.
Ini memang pesta api unggun paling menyenangkan bagiku. Semua
ingatan bahwa perpisahan kami tinggal dua hari lagi, hilang, diterpa oleh
kebahagiaan malam ini.
Setelah membungkukkan badan, kami kembali ke tempat duduk dengan
barisan yang sedikit teratur. Tubuhku yang pendek membuatku duduk di barisan
paling depan agar bisa melihat performance
dengan jelas. Jeanne dan Lotta menemaniku di barisan terdepan.
“Maksudmu apaan sih, Lot?” tanya Jeanne tiba-tiba. Lalu ia
memasukkan sebuah permen karet ke mulutnya sambil menunggu Lotta menjawab.
“Apa?” Lotta bertanya bingung. Ia lupa dengan perkataannya
sendiri, begitu pun aku.
Jeanne menatap Teresa yang sedang duduk dengan mata yang juga
terarah ke kami. Ia segera mengalihkan pandangannya.
“Oh, tentang Teresa maksudmu?” Lotta mengangguk-ngangguk
mengerti. Lalu ia mulai bercerita. Intinya, Teresa sebenarnya suka dengan
NyeNye. Tiba-tiba sebuah ide muncul di benakku. Ide yang aneh sebenarnya.
“Aku punya rencana untuk mengisi waktu senggang kita selama dua
hari ini, mau ikut?” tanyaku disambut anggukan kepala mereka berdua.
***
No comments:
Post a Comment